BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Artritis reumatoid merupakan kasus panjang yang sangat
sering diujikan.Bisanya terdapat banyak tanda- tanda fisik. Diagnosa penyakit
ini mudah ditegakkan.Tata laksananya sering merupakan masalah utama. Insiden
pucak dari artritis reumatoid terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit
ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki. Terdapat
insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ).
Artritis reumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen
yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakterial.Mungkin juga
terdapat predisposisi terhadap penyakit.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian Artritis rheumatoid?
2.
Apa etiologi Artritis rheumatoid?
3.
Bagaimana
patofisiologi Artritis rheumatoid?
4.
Apa
manifestasi klinik Artritis rheumatoid?
5.
Apa
diagnosis Artritis rheumatoid?
6.
Bagaimana
pemeriksaan fisik Artritis rheumatoid?
7.
Bagaimana
pemeriksaan penunjangg Artritis rheumatoid?
8.
Apa
komplikasi Artritis rheumatoid?
9.
Apa
penatalaksanaan Artritis rheumatoid?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa
mampu memahami tentang pengertian Artritis rheumatoid?
2.
Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi Artritis rheumatoid?
3.
Mahasiswa mampu memahami tentang patofisiologi Artritis rheumatoid?
4.
Mahasiswa mampu memahami tentang manifestasi klinik Artritis
rheumatoid?
5.
Mahasiswa mampu memahami tentang diagnosis Artritis rheumatoid?
6.
Mahasiswa mampu memahami tentang pemeriksaan fisik Artritis
rheumatoid?
7.
Mahasiswa mampu memahami tentang pemeriksaan penunjangg Artritis
rheumatoid?
8.
Mahasiswa mampu memahami tentang komplikasi Artritis rheumatoid?
9.
Mahasiswa mampu memahami tentang penatalaksanaan Artritis
rheumatoid?
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A.
PENGERTIAN
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis
yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi
dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan
deformitas lebih lanjut. ( Susan Martin Tucker.1998 )
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang
terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya
ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan
keletihan. ( Diane C. Baughman. 2000 )
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik
dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ
tubuh. ( Arif Mansjour. 2001 ).
B.
ETIOLOGI
AR adalah
suatu penyakit otoimun yang timbul pada individu – individu yang rentang
setelah respon imun terhadap agen pencetus yang tidak diketahui.Faktor pencetus
mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi atau
mirip dengan sendi secara antigenis.Biasanya respon antibodi awal terhadap
mikro-organisme diperatarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil mengancurkan
mikro-organisme, namun individu yang mengidap AR mulai membentuk antibodi lain
biasanya IgM atau IgG, terhadap antibodi Ig G semula. Antibodi ynng ditujukan
ke komponen tubuh sendiri ini disebut faktor rematoid ( FR ). FR menetap di
kapsul sendi, dan menimbulkan peradangan kronik dan destruksi jaringan AR
diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik terhadap penyakit autoimun.
C.
PATOFISIOLOGI
Cidera mikro vascular dan jumlah sel yang membatasi
dinding sinovium merupakan lesi paling dini pada sinovisis remotoid.Sifat
trauma yang menimbulkan respon ini masih belum diketahui.
Kemudian, tampak peningkatan jumlah sel yang membatasi
dinding sinovium bersama sel mononukleus privaskular. Seiring dengan
perkembangan proses sinovium edematosa dan menonjol kedalam rongga sendi
sebagai tonjolan-tonjolon vilosa. Pada penyakit Rematoid Artritis terdapat 3
stadium yaitu :
1.
Stadium Sinovisis
Pada
stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat
bergerak, bengkak dan kekakuan.
2.
Stadium Destruksi
Pada
stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada
jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3.
Stadium Deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
D.
MANIFESTASI KLINIS
1. Ditetapkan dengan tahapan dan
keparahan penyakit.
2. Nyeri sendi, bengkak, hangat,
eritema, dan kurang berfungsi adalah gambaran klinis yang klasik.
3. Palpitasi persendian menunjukan
jaringan spon atau boggi.
4. Seringkali dapat diaspirasi cairan
dari sendi yang mengalami pembengkakan.
Pola karakteristik dari persendian yang terkena
1. Mulai pada
persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
2. Secara progresif menenai persendian,
lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular.
3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan
simetris.
4. Persendian dapat teraba hangat,
bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30
menit.
5. Deformitasi tangan dan kaki adalah
hal yang umum.
Gambaran
Ekstra-artikular
1. Demam, penurunan berat badan,
keletihan, anemia
2. Fenomena Raynaud.
3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri
tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas
tonjolan tulang.
E.
EVALUASI DIAGNOSIS
1. Beberapa faktor yang menujang
diagnosa AR: nodulus reumatoid, inflamasi sendi, temuan laboraturium.
2. Faktor reumatoid ( FR ) terdapat
lebih dari 80% pada darah pasien.
3. jumlah sel darah merah dan komponen
komplemen C4 menurun.
F.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan.
Disamping menilai adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatian juga hal –hal
berikut ini :
1. Keadaan umum – komplikasi steroid,
berat badan.
2. Tangan – meliputi vaskulitasi dan
fungsi tangan.
3. Lengan – siku dan sendi bahu, nodul
rematoid dan pembesaran kelenjar limfe aksila.
4. Wajah. Periksa mata untuk sindroma
Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia perforans, katarak, anemia dan
tanda – tanda hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis
membesar ( sinroma Sjogren ). Mulut ( kering, karies dentis, ulkus ), suara
serak, sendi temporomandibula ( krepitus ). Catatan : artritis rematoid tidak menyebabkan iritasi.
5. Leher – adanya tanda – tanda
terkenanya tulang servikal.
6. Toraks. Jantung ( adanya
perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta dan mitral ). Paru – paru (
adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma Caplan ).
7. Abdomen – adanya splenomegali dan
nyeri tekan apigastrik.
8. Panggul dan lutut.
9. Tungkai bawah – adanya ulkus,
pembengkakan betis ( kista Baker yang reptur ) neuropati, mononeuritis
multipleks dan tanda – tanda kompresi medulla spinalis.
10. Kaki.
11. Urinalisis untuk protein dan darah,
serta pemeriksaan rektum untuk menentukan adanya darah.
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menyokong diagnosa (ingat
bahwa ini terutama merupakan diagnosa klinis)
1.
Tes
serologic
a)
faktor
rematoid – 70% pasien bersifat seronegatif.
Catatan: 100% dengan factor rematoid
yang positif jika terdapat nodul atasindroma
Sjogren
b)
Antibodi
antinukleus (AAN)- hasil yang positif terdapat pada kira-kira 20 kasus
2. Foto sinar X pada sendi-sendi yang
terkena. Perubahan-perubahan yang dapat di temukan adalah:
a)
pembekakan jaringan lunak
b)
penympitan rongga sendi
c)
erosi sendi
d)
osteoporosis juksta artikuler
Untuk
menilai aktivitas penyakit:
1.
Erosi
progresif pada foto sinar X serial.
2.
LED.
Ingat bahwa diagnosis banding dari LED yang meningkat pada artritis reumatoid
meliputi :
a)
penyakit
aktif
b)
amiloidosis
c)
infeksi
d)
sindroma
Sjorgen
3.
Anemia
– berat ringannya anemia normakromik biasanya berkaitan dengan aktifitas.
4.
Titer factor rematoid – makin tinggi titernya
makin mungkin terdapat kelainan ekstra artikuler. Faktor ini terkait dengan
aktifitas artritis.
H.
KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis
dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying
antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas ,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal
dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
I.
PENATALAKSANAAN
Tujuan
dari penatalaksanaan termasuk penyuluhan, keseimbangan antara istirahat dan
latihan, dan rujukan lembaga di komunitas untuk mendapatkan dukungan.
1. AR dini : penatalaksanaan pengobatan
termasuk dosis terapeutik salisilat atau obat – obat antiinflamasi nonsteroid (
NSAIDS ); antimalaria emas, pensilamin, atau sulfasalazin, methotreksat;
analgetik selama periode nyeri hebat.
2. AR sedang , erosit: program formal
terapi okupasi dan terapi fisik.
3. AR persisten, erisif; pembedahan
rekonstruksi dan kortikosteroid.
4. AR tahap lanjut yang tak pulih:
preparat immunosupresif, seperti metotreksat, siklosfosfamid, dan azatioprin.
5. Pasien AR sering mengalami
anoreksia, penurunan berat badan, dan anemia, sehingga membutuhkan pengkajian
riwayat diit yang sangat cermat untuk mengidntifikasi kebiasaan makan dan
makanan yang disukai. ( kortikosteroid dapat menstimulasi napsu makan dan
menyebabkan penambahan berat badan ).
BAB III
KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1. Kaji citra diri pasien yang
berhubungan dengan perubahan muskuloskletal dan tetapkan apakah pasien
mengalami keletihan yang tidak lazim, kelemahan umum, nyeri, kaku pada pagi
hari, demam, atau anoraksia.
2. Kaji sistem kardiovaskular,
pulmonal, dan renal.
3. Kaji persendian dengan pengamatan,
palpasi, penyelidikan adanya nyeri tekan, bengkak , dan kemerahan pada sendi
yang terkena.
4. Kaji mobilitas sendi, batasan gerak,
dan kekuatan otot.
6. Kaji kepatuhan terhadap pengobatan
dan penatalaksanaan diri.
7. Kumpulan informasi mengenai
pemahaman pasien, motivasi, pengetahuan, kemampuan koping, penglaman masa lalu,
persepsi dan ketakutan yang tidak diketahui.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri yang berhubungan dengan
inflamasi, kerusakan jaringan, dan immobilitas sendi.
2. Kerusakan immobilitas fisik yang
berhubungan dengan keterbatasan gerakan sendi.
3. Gangguan konsep diri yang
berhubungan dengan ketergantungan fisik dan psikologis dari penyakit kronis dan
kehilangan kebebasan.
C.
INTERVENSI
DX I :
1. Kaji tingkat nyeri
2. Ajarkan dan lakukan teknik – teknik
penatalaksanan nyeri untuk penatalaksanaan jangka pendek segera ( misal gunakan
kompres panas dan dingin, istirahat, dan analgesik ).
3. Ajarkan tentang penatalaksaan nyeri
jangka panjang ( misal penggunaan obat – obat antiinflamasi, menetapkan regimen
latihan untuk mempertahankan mobilitas sendi, dan teknik – teknik relaksasi ).
4. Berikan tindakan yang menghasilkan
rasa nyaman ketika memberikan perawatan.
5. Buat pengharapan yang realitis sehingga
pasien dan orang terdekat mengenali bahwa nyeri dapat dikontrol tergantung pada
aktivitas penyakit.
DX II :
1. Hilangkan nyeri menetap dan kekakuan
pada pagi hari untuk meningkatkan kemampuan mobilitas dan perawatan diri
pasien.
2. Bantu dan ajarkan dan / atau latihan
rentang gerak aktif setelah tindakan kompres panas.
3. Kembangkan dan ajarkan rencana
program latihan setiap hari
4. Observasi toleransi pasien terhadap
program latihan.
5. Dorong aktivitas perawatan diri dan
kemandirian.
6. Pertahankan periode istirahat
terencana.
7. Pertahankan lingkungan yang aman.
DX III :
1. Coba untuk memahami reaksi emosional
pasien terhadap penyakit.
2. Beri semangat untuk melakukan
komunikasi sehingga pasien dan keluarga dapat mengungkapkan perasaan, persepsi,
dan ketakutannya yang berhubungan dengan penyakit.
3. Beri dorongan pada pasien dan
keluarga untuk patuh terhadap program penatalaksanaan sehingga memungkinkan
untuk mencapai hasil yang lebih positif.
4. Anjurkan mengungkapkan rasa takut
dan ansietes terhadap proses penyakit.
5. Bantu pasien dalam memilih
keterampilan.
6. Terima perubahan prilaku:
menyangkal, ketidakberdayaan, ansietas, ketergantungan.
7. Bersikap suportif tetapi tegas dalam
menyusun tujuan.
8. Tingkatkan perawatan diri dan
libatkan dalam perencanaan perawatan.
9. Dorong kemandirian dan berikan
penghargaan trhadap penyelesaian tugas.
10. Modivikasi lingkungan dan sediakan
waktu untuk pasien mencapai tujuan.
11. Diskusikan
perlunya pembatasan dan perubahan gaya hidup ; berikan empati dan pemahaman.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Artritis
Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial
yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.
Artritis
Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai
membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri
persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan.
B.
Saran
Kami dari penulis menyarankan kepada para pembaca bahwa kami dari penulis
menerima dengan lapang dada segala kritikan dan saran yang bersifat membangun
demi sempurnanya makalah ini.
Kami dari pemakalah juga menyarankan kepada para pembaca hendaknya tidak
hanya mengambil satu reperensi dari makalah ini saja dikarenakan kami dari
penulis menyadari bahwa makalah ini hanya mengambil referensi dari beberapa
sumber saja.
DAFTAR
PUSTAKA
Hollmann
DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee, Papadakis MA (Eds): Current Medical Diagnosis
& Treatment, 34 th ed., Appleton & Lange, International Edition,
Connecticut 2005, 729-32.
Smeltzer
C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC. 2002.
Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta:
EGC.